Pakistan,raikot bridge, 14 Juni 2019
Jika ada manusia lain memperlakukan mu dengan sangat buruk, terimalah Dan balas lah perlakuannya dengan segala kebaikan, Dan kelapangan yang Ada jauh di dalam diri.
Terima kasih. Doa. Kesempatan. Hidup. Menerima. Pendengar yang baik. Meluangkan waktu. Dan untuk tidak berhenti .
Doa. Doa. Doa. Semua terbayang di kepala ku, menyembul segala perjalanan ku, terbayang ibu ku terharu bahagia saat aku lulus sekolah dan di wisuda, bapak ku, sahabat perjalananku, janji janji ku, impian ku, nafas ku yang tinggal di ujung tenggorokan, aku meronta, memohon pertolongan. Suara ku tercekik, kaca mata ku jatuh, kesadaran ku menurun, begitu jahatnya manusia dengan segala pikiran buruknya, aliran deras sungai indus di bawah sana menjadi saksi diam, leherku di cekik supir taxi, badan ku di seret di antara batu batu sungai, sekuat tenaga aku mempertahankan hidup, aku sedang berhadapan dengan diri ku sendiri, berhadapan dengan pikiranku agar aku tetap kuat dan bertahan hidup, aku tidak ingin mati sia sia di lembah sunyi ini, lembah yang membuat aku jatuh hati, aku tidak ingin jasad ku di buang ke bawah aliran sungai indus, tanpa jejak, menghilang dan hanya menjadi safar nama. hari itu jumat jalanan di lembah dekat raikot bridge begitu lenggang, benarkah jumat adalah hari besarku? hari di mana aku berhadapan dengan kematianku?perhentian hidup dan ujung perjuangan di semesta raya? aku berteriak teriak saya muslim, demi allah saya muslim, 2 kawannya di atas sana acuh sambil memeriksa keadaan, andai waktu terlambat 1 menit dan 2 orang lokal lain tidak lewat dan di kirim atas bantuan tuhan dan takdir ku serta garis waktu yang di perpanjang lagi, mungkin aku tidak akan merasakan kematian benar benar menjadi kawan yang paling dekat dengan hidup ku sampai di titik sekarang dan perjalanan ku hari ini, Terbayang, benarkan ini? Mimpikah aku? Terik matahari pukul 1.30 pm waktu Pakistan, di lembah sunyi yang aku begitu kagumi, gugus karakoram impian masa kecil ku, hidup ku, nafas ku, kematian ku terancam supir taxi gilgit? 1 jam yang lalu, aku begitu riang dari jaglot menuju perbatasan chilas melewati lembah coklat,gunung gemunung tinggi menjulang bersembunyi di belakangnya, Mobil sedap gold berplat nomer daerah gilgit berhenti memberi ku tumpangan, pertemuan ku dengan 4 penumpang di dalam Mobil itu yang akan menghantarkan ku menemui ujung nafasku 1 jam ke depan, di dalam Mobil Ada 1 orang polisi bernama rehman shah, 1 supir taxi yang kemungkinan merupakan kawannya, dan 2 orang kawan dari sang supir taxi. Rehman mengenakan topi hitam,kaca mata hitam Dan shalwer kamaz hitam, sang supir taxi mengenakan shalwer kamaz hijau muda, Dan 2 kawannya menggenakan shalwer kamaz pink. Belum lama aku menumpang Mobil tersebut, rehman sang polisi yang duduk di samping kemudi supir taxi berceloteh ingin berhenti makan siang di atas daerah jaglot, kami berhenti hampir 1/2 jam untuk makan siang,karena sebelum aku sampai jaglot,aku baru berpisah dari samrah Dan keluarga nya di daerah gilgit sekitar pukul 11.30pm waktu Pakistan, telah bertemu beberapa pengendara yang berbaik hati membagi tumpangannya, Dan firdaus Dan kakak lelakinya yang juga berbaik hati membagi makan siang di kantor pengolahan gandumnya, beliau berdua yang mengantarku sampai ke jaglot dan kami berpisah di daerah ini. selepas firdaus pergi, aku berjalan bersama tas besar di punggungku menyusuri pasar jaglot, belum berapa jauh berjalan aku tertarik membeli sate kaki lima di sebrang jalan sana, sambil menunggu tumpangan truk atau mobil apapun yang mau berhenti menuju chilas atau pun islamabad karena aku harus segera kembali ke islamabad karena visa visit ku berakhir tanggal 16 juni besok, aku mengejar waktu sebelum jam 9 malam harus sudah keluar dari pos perbatasan chilas, agak sulit untuk orang asing sepertiku melintasi perbatasan saat lewat tengah malam di daerah ini, takdir lain garis lain yang harus aku pahami, pelajari dan terima, pertemuan ku dengan rehman sang polisi dan kawan kawannya berujung pilu yang sangat mendalam, pengalaman hidup yang menggetarkan seluruh badan dan psikologisku lebih tepatnya aku menunggu mereka makan siang,setelah makan siang kami melanjutkan perjalanan menuju perbatasan, mobil melaju dengan kecepatan penuh melewati jalanan lenggang, debu beterbangan di udara, obrolan dan banyak pertanyaan terlontar selama 1 jam perjalanan, sampailah kami di daerah raikot bridge, rehman berbicara dengan kawan-kawan nya dalam bahasa urdu, setelah aku menanyakan nya, ada apa, ia bilang kacamata hitamnya yang harganya 5000 rupess tertinggal di tempat makan kami tadi, entah benar pengakuannya, atau ini bagian dari kerjasama mereka semua, kemudian sang supir taxi membalikkan arah laju mobilnya, rehman akan kembali mengambil kacamatnya yang tertinggal, ia menurunkan saya, dan ke 3 kawannya di pinggir jalan dan menyuruh kami semua menunggu, hampir ia membawa carriel saya juga kembali ke daerah jaglot, namun saya memintanya untuk menurunkan tas besar saya dari belakang bagasi mobil, lalu sang supir taxi bershalwer kamez hijau tosca dengan inisiatif menggendong ransel besar saya lalu rehman melemparkan dan menitipkan kartu identitas kepolisiannya kepada ku, lalu ia berkata kamu bisa menghubungi ku di nomer yang ada di belakang kartunya bila terjadi hal apapun, hal ini lah yang memberatkan ku untuk tidak pergi menumpang kendaraan lainnya yang satu dua truk melintas di jalan berdebu itu, aku sempat duduk sebentar sambil melihat kartu identitas rehman di sebuah batu besar tepat di pinggir jalan, lalu sang sopir taxi yang sedari tadi menggendong ransel besarku secara tiba tiba berjalan ke arah bawah sungai, aku yang tidak berpikir sang sopir akan menghabisiku di balik batu besar di bawah sana, aku berpikir memang di pinggir jalan ini debu meringsek masuk ke tenggorokan ku, lalu mengikutinya aku pikir di bawah sana aku lebih terlindungi dari matahari lembah yang sangat menyengat dan juga debu jalanan yang sangat tebal, karena juga semua barang handphone, dan bebrapa kartu identitasku yang lain ada di dalam ransel itu, setelah memasukan kamera ke tas kecil ku, aku buru buru mengejar sang sopir itu tujuan nya untuk mengambil kembali ransel ku, tapi pikiran negatif sang sopir ini yang membuat ia menjadi manusia yang sangat kejam, atau pun nilai nilai konservtif agama yang di anutnya sangat mempengaruhi watak buruknya, ia bak malaikat pencabut nyawa ku di jumat siang itu, tubuhku di lempar, di seret, aku dengan sekuat tenaga melawannya, mempertahankan harga diri, orang asing yang malang, bertemu dengan sekawanan manusia pakistan yang buruk pemikiran dan perilakunya, dua orang temannya menunggu di atas, mereka tidak punya belas kemanusian, mungkin di suatu saat alam akan membalikan seluruh keturunannya mengalami hal hal mengerikan yang sama seperti yang mereka lakukan, badan ku lebam seluruhnya, ada kesempatan pertolongan dari tuhan aku segera bangkit, kesadaran ku yang belum sepenuhnya, aku coba sekuat tenaga mencari kacamata ku yang jatuh dan lari mengambil ransel besarku menuju bibir jalanan untuk meminta bantuan pertolongan kepada pengendara lainnya, aku lari, aku berdiri sekuat tenaga, meski tenaga ku semua sudah terkuras habis untuk melawan mempertahan kan hidup ku yang terancam, aku bangun, aku menarik nafas untuk mengembalikan kesadaranku, tiba tiba dari arah raikot brigde ada truk besar melaju perlahan, tangan ku spontan terangkat, aku lari tunggang langgang dengan sempoyongan menyebrang menuju truk besar itu, aku berteriak help me sir, i almost dead dengan nada terbata bata, pikiran ku, psikologis ku di bawah tekanan, aku sangat ketakutan, help me sir. lalu sopir truk yang sudah tua, 2 kondektur tua menolongku mengambil ransel besarku, dan menaikan ku ke truknya, jiwaku, hidupku terselamatkan dari hal hal tidak terduga pula, aku mulai mengatur nafasku kembali, menenangkan jiwaku, aku telah keluar dari maut, dari keadaan terjepit dan perjalanan paling sulit yang aku alami, bapak supir truk tidak bisa berbicara bahasa inggris aku hanya mampu berbicara dengan gerak tubuh, bahwa 3 laki laki di pinggir jalan sana sudah mencoba melakukan pembunuhan dan perampasan terhadapku, aku meminta minum kepada kondekturnya, suara ku menghilang akibat aku berteriak teriak meminta pertolongan, lalu sang sopir berhenti di tempat peristirahatan membelikan ku minum dan menghubungi polisi patroli di daerah itu, satu mobil dan segerombolan polisi sibuk menanyaiku dengan rentetan ini itu, aku bilang aku akan menuju islamabad hari ini juga, tapi aku ingin melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian gilgit wilayah setempat terlebih dahulu, seandainya saat itu aku masih menunggu rehman kembali dan ikut berbarengan bersama mobil tersebut kembali, mungkin aku juga bisa rehman bunuh. tuhan memperpanjang waktu ku, melintasi proses yang teramat sulit, takdir ku alam ikut berperan dan sudah merancang proses ini dan aku akan bisa melewatinya, babak belur seluruh tubuhku, pelaporan kasus ini selesai jam 21.00pm waktu pakistan, jam 22.00 polisi ikut mendampingiku mencari transport publik menuju islamabad, sepanjang perjalanan badan ku remuk redam, pikiran lain membayang bayangi ku. aku berjanji pada diri ku sendiri, kejadian ini adalah pembelajaran ku, aku masih di beri hidup, aku masih di beri nafas kembali, aku masih di berikan kesempatan ke dua, aku akan tetap berjalan, bermimpi, dengan semangat yang lebih luas dan pemikiran yang lebih luas tentang manusia. aku tidak berhenti, tidak akan menyerah, garis waktu masih berdetak, jantung masih bekerja, darah ku masih terpompa dengan sempurna, hidup dan di ujung kematian sesuatu yang aku syukuri sekarang dan masa yang akan datang..
aku tidak akan berhenti di sini, mimpi ku akan meluas